Akhir-akhir ini di social media dan berita bersliweran berita-berita mengenai kemarahan seseorang yang berujung dengan menyakiti orang lain. Memicu untuk refleksi diri bagaimana mengelola emosi sendiri. Karena sebenarnya kemarahan adalah bagian pengelolaan emosi seseorang. Dan jadi sadar bahwa saat ini karena kemudahan akses dari social media, terkadang menjadi pemicu emosi seseorang, yang mungkin malah tidak disadari oleh orang itu sendiri. Menahan emosi menjadi satu hal yang mewah di saat ini.
Menurut DR. Paul Ekman, seorang psikolog yang mendalami mengenai emosi manusia, sebenarnya manusia hanya mempunyai enam emosi dasar, yaitu bahagia, sedih, marah, jijik, takut, terkejut. Emosi sendiri adalah satu reflek tubuh dan otak terhadap suatu kejadian yang menghampiri kehidupan seseorang. Tetapi emosi sendiri sebenarnya sifatnya cepat yaitu hanya sepersekian detik. Dan emosi ini yang memicu seseorang berekasi karena emosi itu mengaitkan dengan memori yang tersimpan dalam otak seseorang. Kalau emosi bersifat cepat, mengapa banyak orang yang sering mempunyai emosi berkepanjangan? Sebenarnya yang berkepanjangan bukan emosinya, tetapi reaksi terhadap emosi, tidak jarang reaksi yang muncul dimaksudkan untuk menutupi perasaan sebenarnya. Dari pelatihan yang pernah saya ikuti, bagaimana membaca emosi seseorang, maka emosi yang sebenarnya terlihat itu harus diperhatikan di awal dan membaca gerak gerik mulut, hidung dan mata. Misal emosi dasar sebenarnya adalah takut atau sedih, tetapi yang dikeluarkan dan berkepanjangan jadi emosi marah. Pernah menemukan hal seperti ini?
Sebagai seseorang yang mempunyai pekerjaan berinteraksi dengan banyak orang, maka kemampuan untuk membaca emosi jadi lebih terlatih. Kalau berhadapan dengan seseorang yang sedang marah, takut atau sedih, maka yang saya lakukan adalah memberikan waktu pada orang tersebut untuk mengolah dahulu perasaan-perasaan tersebut. Saya tidak akan langsung bereaksi dengan hal yang sama. Misal di dalam grup yang sama-sama sedang takut, maka yang saya lakukan adalah saya mengamati dahulu apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan menyadari dahulu dampak pada emosi diri saya sendiri dahulu. Kelihatannya ini membutuhkan waktu, tetapi dengan sering berlatih, akhirnya saya bisa lebih cepat mengenali dan bereaksi yang lebih bisa diterima oleh diri saya sendiri dengan sudah mengukur resiko.
Semua reaksi yang keluar disebabkan emosi pastinya punya resiko, dan yang harus disiapkan adalah bagaimana mengukur resiko mana yang ingin di ambil jadinya yang paling penting. Seperti reaksi (bukan emosi) marah seperti yang menjadi pemicu saya menulis artikel ini, mengapa emosi ini sering mengakibatkan hal yang fatal? Karena saat manusia bereaksi dengan marah, terkadang belum terpikirkan resiko yang akan ditimbulkan. Pernahkah Anda bereaksi marah terhadap sesuatu misal marah terhadap anak, kemudian setelah itu Anda menyesali reaksi tersebut? Sayapun pernah mengalaminya. Terkadang bagi beberapa orang, karena menyesali, bukan nya berhenti untuk berpikir, malah bereaksi lebih marah lagi untuk menutupi rasa penyesalan tersebut. Ini yang mengakibatkan sering terjadi reaksi marah yang berlebihan.
Apakah reaksi marah itu buruk? Tidak, apabila seseorang sudah mengukur bahwa reaksi marah itu adalah sesuatu yang memang harus ditampilkan dan bukan sesuatu yang berkepanjangan. Dan harus mengenali bahwa reaksi marah tersebut memang adalah sesuai emosi dasar yang dirasakan, bukan untuk menutupi emosi dasar sesungguhnya.
Dalam profesi sebagai seorang Coach, mendampingi beberapa klien yang mempunyai masalah mengenai reaksi marah ini. Ada yang memang itu adalah emosi dasar dan sang klien merasa bahwa dia sulit mengendalikan padahal dia sadar bahwa karena dia terlalu sering marah, membuat proses komunikasi tidak lancar di dalam team. Dari diskusi saya bersama beliau, akhirnya beliau menyadari ada proses dari mulai timbul emosi sampai di titik puncak nya dimana reaksi marah dikeluarkan. Dan ada signal dari tubuhnya saat akan mengeluarkan reaksi marah tersebut. Dari diskusi tersebut akhirnya sang klien dapat menata reaksi marah yang akan dikeluarkan, dengan cara saat tubuh sudah memberikan signal untuk reaksi marah, maka sang klien akan melakukan proses tertentu supaya reaksi tersebut tidak keluar dan lebih memudahkan proses komunikasi ke depannya.
Sementara klien lain menyadari bahwa reaksi marah nya keluar karena menutupi rasa sedih dan takut. Sang klien saat ini bekerja dari rumah dan terkadang orang tuanya meminta diantar ke suatu tempat di saat jam kerja. Sebenarnya dia merasa sedih karena orang tuanya seolah-olah tidak mengerti bahwa walaupun sedang kerja dari rumah, tetapi dia mempunyai kewajiban untuk bekerja. Ditambah perasaan takut karena pekerjaannya jadi tertunda sementara sedang ditunggu oleh atasannya, tetapi dia juga takut kalau tidak menuruti permintaan orang tuanya maka dia akan berdosa. Keputusan yang diambil adalah mengikuti permintaan orang tuanya tetapi dia bereaksi dengan marah kepada kakak-kakaknya dan menunjukkan sikap kesal kepada orang tuanya yang akhirnya menimbulkan rasa bersalah, dan itu jadi seperti lingkaran yang tidak selesai. Dari diskusi bersama saya, dia akhirnya menyadari bahwa dia harus memberi pengertian kepada orang tuanya mengenai makna kerja dari rumah dan jam kerja. Dan dia juga mengenali proses sampai keluar reaksi marah bukan langsung muncul.
Dari dua cerita diatas terlihat bahwa seseorang bisa mengenali signal yang keluar dari tubuhnya sebelum reaksi marah itu keluar. Dalam jurnal dari American Psychology dinyatakan bahwa marah itu nomal bahkan sehat kalau digunakan pada saat yang tepat. Apabila marah selalu dipendam, maka suatu hari akan menjadi bom waktu yang bahkan berakibat lebih besar lagi. Bagaimana kita bisa mengontrol reaksi marah? Dibawah ini tips nya:
- Kenali signal tubuh untuk reaksi marah. Tubuh mempunyai signal bagi setiap emosi. Bagi saya sendiri, signal reaksi marah saya adalah dada berdegup kencang dan kuping berdenging. Bagi seseorang yang jarang mengeluarkan reaksi marah, ini adalah tanda-tanda bagi saya untuk segera berproses.
- Latih relaksasi yang tepat untuk menurunkan reaksi marah. Semua orang mempunyai metode relaksasi masing-masing, dan carilah mana metode paling tepat untuk Anda. Bagi saya sendiri melakukan teknik pernapasan membantu untuk menenangkan saya dari reaksi marah.
- Berpikir resiko apa yang akan timbul apabila reaksi marah tersebut sampai keluar. Apabila reaksi marah tersebut memang akan menghasilkan hal yang positif dengan resiko yang dapat diterima, maka reaksi marah tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Sebenarnya reaksi seseorang terhadap suatu kejadian termasuk marah ini adalah bentuk komunikasi tertentu. Maka Anda juga harus melatih cara berkomunikasi yang lebih tepat apabila selama ini cara berkomunikasi Anda lebih sering dengan marah.
Terlihat mudah untuk bisa mengendalikan reaksi marah, tetapi tentunya perlu latihan, maka latihlah diri Anda lebih sering, dan Anda akan menemukan bahwa Anda akan lebih mudah mengendalikan reaksi marah dari emosi-emosi yang keluar dari diri Anda. Dan juga sebenarnya ini akan membantu unuk lebih bisa berproses pada reaksi-reaksi lain.
Apabila Anda membutuhkan bantuan seseorang untuk mengerti bagaimana Anda akan bereaksi, maka Anda dapat menemui seorang Professional Coach untuk bisa mendampingi Anda berproses.
Ati
Related posts
Meet your Coach & Trainer
"The Best Way to Grow is using Your Own Potential" - Sugiarti Rosbak
Sugiarti, dikenal dengan Mbak Ati atau Bude Ati, memulai karir sebagai Professional Coach, Trainer dan Konsultan sejak 2020. Mengikuti purpose in life yaitu “To Grow the Tree”, Sugiarti melabel program yang ditawarkan dengan “Grow with Ati”. Sugiarti mempercayai bahwa proses membangun talent dan business sama dengan proses menanam pohon. Pohon akan bertumbuh apabila penanganannya tepat sesuai dengan potensi pohonnya. Demikian juga karir dan bisnis seseorang. Fokus Sugiarti adalah pada proses Career & Business Transition berdasarkan pengalaman pribadinya yang bertansisi dari karyawan perusahaan selama 30 tahun dengan membangun karir dan bisnis sebagai seorang freelancer. Pengalaman membantu karyawan bertransisi selama 20 tahun di dunia HR dan pengalaman membangun bisnis ini yang menjadi kekuatannya untuk bisa membantu klien nya dalam sesi-sesi Coaching dan Training yang dilakukan.
Let’s Grow Together with Sugiarti Rosbak
Categories
- Aktivitas (10)
- Business (13)
- Career (21)
- Personal Development (22)
- Talent & Organisation (8)
Social Media