Mengelola Emosi, Membangun Pengaruh: Seni Effective Leadership

Aug 12, 2025By Sugiarti Rosbak

Banyak orang masih mengira Leadership adalah soal jabatan. Mereka berpikir, semakin tinggi posisi seseorang, semakin besar haknya untuk memberi perintah—dan semua orang wajib mengikuti. Gaya kepemimpinan seperti ini mungkin efektif di era puluhan tahun lalu, tetapi di dunia saat ini, yang bergerak cepat dengan teknologi dan akses pengetahuan yang luas, pendekatan otoriter bukan lagi jawaban.

Leadership yang efektif jauh lebih kompleks. Ia bukan hanya soal keahlian teknis (hard skills), melainkan kemampuan untuk mengelola diri, membangun hubungan, dan memimpin dengan kecerdasan emosi (emotional intelligence).

Mengapa Emotional Skills Lebih Penting dari Hard Skills di Era Sekarang

Jika Anda perhatikan, ketika tim membicarakan seorang pemimpin, yang mereka bahas bukan kemampuan teknisnya, melainkan cara pemimpin itu mengelola emosi.

Kalimat seperti:

“Pak itu galak sekali…”
“Bu itu gampang marah…”
lebih sering terdengar dibanding komentar soal skill teknis.

Di ruang rapat saat membahas promosi jabatan pun, faktor yang banyak dibicarakan adalah behavior dan kemampuan pengendalian emosi.

Kenapa? Karena jabatan eksekutif atau manajerial tidak otomatis membuat seseorang menjadi leader yang mumpuni.

Kunci Kepemimpinan: Memimpin Diri Sebelum Memimpin Orang Lain

Seorang leader sejati mampu membawa perubahan, memengaruhi orang lain tanpa harus otoriter, dan menggerakkan tim untuk mencapai tujuan besar.

Namun semua itu hanya bisa dicapai jika ia mampu memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu—mengelola waktu, menjaga disiplin, membuat keputusan bijak, dan mengenali kekuatan serta kelemahan pribadi.

Kemampuan ini berakar pada kecerdasan emosi. Daniel Goleman membaginya menjadi lima elemen penting:

Self-Awareness – Kesadaran akan emosi, kekuatan, kelemahan, nilai, dan motivasi diri.
Self-Regulation – Mengendalikan impuls, mood, dan reaksi emosional.
Motivation – Fokus pada tujuan dan bangkit cepat dari kegagalan.
Empathy – Memahami emosi dan kebutuhan orang lain.
Social Skills – Membangun hubungan dan memengaruhi secara positif.
 
Kisah Nyata: Saat Emosi Memutus Koneksi dalam Tim

Salah satu klien saya, seorang manajer senior, merasa timnya sulit diajak diskusi.

Setelah refleksi, ia sadar bahwa dirinya mudah tersulut emosi saat tim tidak cepat memahami instruksi. Akibatnya, tim merasa takut untuk terbuka, komunikasi menjadi terbatas, dan kepercayaan menurun.

Proses coaching membantu beliau mengenali tanda-tanda awal emosinya naik—dan belajar mengendalikannya sebelum mencapai puncak.

Hasilnya? Hubungan dengan tim membaik, kepercayaan kembali terbangun, dan produktivitas meningkat.

 
Dampak Nyata dari Pemimpin yang Mampu Mengelola Emosi
Hubungan tim yang kuat – Pemimpin mampu terkoneksi dengan anggota tim tanpa rasa takut.
Keputusan yang lebih bijak – Menghindari keputusan impulsif yang merugikan jangka panjang.
Tekanan kerja berkurang – Lingkungan kerja menjadi lebih sehat dan minim stres.
Moral tim terjaga – Menghilangkan budaya saling menyalahkan dan membangun kolaborasi.
 

Jika Anda saat ini berada di posisi memimpin—atau sedang mempersiapkan diri untuk naik jabatan—jangan hanya mengasah hard skills.

Mulailah dengan mengelola emosi Anda.

Refleksikan perilaku, dengarkan feedback dari tim, dan latih kemampuan self-regulation.

Karena kepemimpinan efektif bukan soal jabatan, melainkan soal kemampuan Anda memimpin hati dan pikiran—baik milik Anda sendiri maupun orang lain.

 
💬 Apakah Anda ingin tim Anda bekerja dengan penuh kepercayaan dan energi positif, tanpa drama yang menguras emosi?

Apabila Anda ingin dapat mengetahui bagaimana Anda bisa mengelola emosi dalam diri dan untuk kebutuhan tim, Anda dapat menghubungi nomor yang tertera dalam website ini.