Fenomena Great Resignation atau resign massal sedang terjadi di beberapa negara terutama negara-negara maju, dan ada prediksi bahwa di Indonesiapun akan terjadi hal yang sama dalam waktu yang tidak lama lagi. Habit bekerja dari rumah atau mana saja yang sudah hampir dua tahun berjalan karena kondisi yang awalnya tidak nyaman menjadi sesuatu yang biasa. Dan kembali bekerja dari kantor bukan sesuatu habit yang diinginkan oleh para karyawan, terutama di negara-negara seperti Amerika yang memicu terjadinya fenomena ini.
Selalu ada dua sisi untuk melihat satu kejadian. Apabila dari sisi pengusaha, kondisi ini menjadi satu hal yang tidak menyenangkan, bagaimana dari sisi karyawan? Diskusi mengenai apakah pekerjaan sebaiknya sesuai passion atau bukan sudah menggema beberapa tahun terakhir. Salah satu yang sering menjadi pertanyaan yang diajukan kepada saya dalam beberapa sesi-sesi saya mengenai pengembangan karir. Jawaban yang selalu saya berikan adalah tergantung prioritas masing-masing orang. Apabila seseorang mempunyai luxury untuk memilih jenis pekerjaan, maka kesempatan untuk mencari pekerjaan sesuai passion akan menemui kemudahan karena Anda tidak dituntut untuk mencari penghasilan secepatnya. Tetapi apabila Anda mempunyai prioritas wajib mencari penghasilan maka mencari pekerjaan sesuai passion bukan sesuatu yang mudah. Bagi saya sendiri, saya lebih suka menyebut interest karena arti passion berbeda-beda bagi semua orang, dan belum tentu semua orang mempunyai pengertian yang sama.
Ada satu pengalaman yang akan saya bagikan disini mengenai mencintai pekerjaan. Saat berpindah karir menjadi HR Professional, salah satu yang saya komunikasikan pada atasan saya adalah saya menyukai bekerja dengan interaksi bersama orang lain dan bukan berhadapan dengan angka. Tetapi apa yang terjadi? Setelah empat tahun sebagai HR Professional, saya ditugaskan oleh Management untuk tugas sebagai seorang Assistant Remuneration Manager, tugas yang berhubungan dengan banyak angka. Angka gaji dan benefit bagi karyawan. Dan saya bisa berbangga dan bersyukur bahwa dari 20 tahun masa kerja saya di HR, 9 tahun diantaranya saya adalah orang yang dipercaya untuk memegang pekerjaan ini, tanpa saya pernah mendapat penilaian yang buruk. Posisi saya waktu itu menggantikan seseorang yang sudah mengerjakan pekerjaan tersebut selama 20 tahun lebih, jadi bisa terbayang saat saya mengerjakan itu, saya mempunyai kekhawatiran bahwa saya akan mengerjakan hal yang sama selama puluhan tahun.
Sebenarnya apa yang terjadi sehingga saya bisa tetap menjaga performa walaupun itu bukan pekerjaan yang saya inginkan? Kalau sekarang mungkin bisa disebut bukan passion saya. Dan bahkan mempunyai kekhawatiran akan mengerjakan hal yang sama selama puluhan tahun. Mengapa saat itu saya tidak mengambil keputusan untuk langsung hengkang saja dari perusahaan dan pergi mencari pekerjaan lain? Saat pekerjaan itu diberikan kepada saya, saya berpikir bahwa ini benda baru untuk saya pelajari, mengapa saya harus langsung pergi tanpa saya mencobanya. Buat saya sendiri itu adalah “kalah sebelum berperang”. Itu juga yang diucapkan oleh almarhumah ibu dan juga oleh suami saya saat saya bercerita pada mereka mengenai pekerjaan ini. Dan akhirnya saya memulai posisi ini dengan mempelajari semua proses dan prinsip mengenai remunerasi ini.
Dari proses belajar itu saya menemukan AHA moment yang akhirnya membuat saya memutuskan bahwa saya bisa berkontribusi banyak di pekerjaan ini. AHA moment yang saya dapatkan adalah di balik angka-angka yang ada di hadapan saya, bukan hanya angka semata berapapun angkanya. Angka-angka gaji dan benefit yang tertera adalah angka-angka yang menghidupi karyawan dan keluarganya. Kehidupan seorang karyawan ditentukan oleh angka-angka itu, yang artinya saya harus memberikan yang terbaik bagi karyawan yang berada di balik angka-angka itu. Karena saya justru menyenangi pekerjaan yang membutuhkan interaksi bersama orang lain, saya menganggap angka-angka itu adalah bentuk interaksi saya bersama orang lain. Angka-angka itu menjadi hidup dalam pikiran dan hati saya dan membuat saya bisa mengerjakan pekerjaan tersebut selama 9 tahun dan dapat membuat beberapa improvement dalam proses-prosesnya.
Dari cerita diatas, membuat saya menyadari bahwa mencintai pekerjaan tersebut harus dimulai dengan hati dan pikiran yang terbuka. Saat hati dan pikiran tertutup dan hanya punya kemarahan atau rasa frustasi mengerjakan pekerjaan tersebut maka saya akan tidak bisa berpikir jernih. Itulah sebabnya bagi saya mencintai pekerjaan bisa dibangun asalkan seseorang mengetahui bagian mana dari pekerjaan tersebut yang sesuai dengan value atau interest/passion nya. Kembali lagi kepada prioritas yang dimiliki di tangan saat ini.
Ada beberapa tips dari pengalaman-pengalaman saya dan beberapa klien yang saya temui untuk bisa mencintai pekerjaan bagi Anda yang hanya mempunyai sedikit pilihan untuk bisa menemukan pekerjaan yang sesuai passion nya:
- Saat diberikan pekerjaan “yang menurut Anda” tidak sesuai dengan keinginan Anda, lakukanlah refleksi terhadap pekerjaan tersebut. Bagian mana dari pekerjaan tersebut yang tidak Anda sukai? Bagian mana dari pekerjaan tersebut yang Anda sukai, walaupun mungkin kecil porsinya? Diskusi dengan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan yang sama, dan temukan apa yang membuat mereka passion mengerjakan pekerjaan tersebut. Kerjakan pekerjaan tersebut dengan hati dan pikiran terbuka dan rasa ingin tahu. Carilah referensi dalam bentuk buku, bertemu orang-orang yang ahli mengerjakan pekerjaan tersebut dan lain-lain. Dan ketahui bagaimana mengerjakan pekerjaan tersebut untuk performa terbaik.
- Apabila Anda terpaksa harus bekerja di satu lingkungan yang merasa Anda tidak nyaman, temukan apa yang membuat Anda tidak nyaman. Apakah Anda merasa tidak diberi kesempatan untuk berkembang? Atau Anda menemui bahwa atasan atau rekan sejawat yang tidak menyenangkan? Ada satu hal yang merupakan prinsip saya yaitu saya tidak akan berhenti karena mempunyai atasan atau rekan kerja dengan tipe tertentu. Karena tipe-tipe orang yang sama atau bahkan lebih buruk, biasanya akan ditemui dimanapun. Dan saya selalu percaya bahwa saya akan bekerja sama dengan orang yang sama tidak akan dalam waktu puluhan tahun, maksimal mungkin hanya 5 tahun.
Tetapi apabila lingkungan ini tidak dapat membuat saya berkembang, maka saya akan refleksi kepada diri saya, apakah ini mengganggu value atau hanya karir yang tertunda. Bagi saya, apabila ini adalah value maka akan lebih mudah untuk saya bergerak, tetapi apabila ini adalah jalan karir yang tertunda, maka saya akan bertahan karena bagi saya dalam setiap pekerjaan, ada kesempatan untuk belajar bagi karir saya di masa mendatang.
- Budaya perusahaan juga menjadi sesuatu yang menjadi bahan pertimbangan. Mengapa saya bertahan di satu perusahaan hingga 28 tahun, karena budaya perusahan yang sesuai dengan value saya yaitu teamwork dan memberi kesempatan yang sama bagi semua orang. Bagi orang-orang tertentu mungkin berbeda karena lebih mempunyai value competitiveness. Dan itu sah-sah saja karena setiap manusia mempunyai perbedaan cara pandang sesuai pengalaman bagaimana dia dibesarkan. Saat Anda menemui budaya perusahaan yang tidak sesuai, maka mulailah membuat peta perjalanan karir Anda untuk bersiap perjalanan di tempat lain. Tetapi tentunya Anda harus memastikan bahwa budaya perusahaan di tempat baru nanti sesuai dengan value Anda, dan kemungkinan ada resiko yang harus diantisipasi seperti berkurangnya pendapatan.
Semua keputusan pasti ada resikonya. Dari tips-tips di atas tentunya keputusan apakah ingin tetapi berkarir di perusahaan yang sama atau bahkan berkarir di jenis pekerjaan yang sama, akan menjadi keputusan diri sendiri. Dan sebaiknya pertimbangkan setiap keputusan tersebut dengan matang-matang dan bukan atas dasar emosional. Buatlah plus dan minus nya berdasarkan pikiran dan hati yang terbuka.
Apabila Anda termasuk orang yang tidak mempunyai luxury untuk memilih jenis pekerjaan atau perusahaan, ingatlah Anda mempunyai KEBEBASAN untuk memilih apakah Anda mau BELAJAR MENCINTAI pekerjaan Anda atau mau MEMBENCI yang akan mengakibatkan Anda akan merasa stres, performa menurun dan mungkin berakibat kepada kebahagiaan Anda dan orang-orang di sekitar Anda.
Buat saya sendiri yang penting adalah BELAJAR MENCINTAI jauh lebih penting untuk MEMBUAT SAYA BAHAGIA!!.
Ati
Related posts
Meet your Coach & Trainer

"The Best Way to Grow is using Your Own Potential" - Sugiarti Rosbak
Sugiarti, dikenal dengan Mbak Ati atau Bude Ati, memulai karir sebagai Professional Coach, Trainer dan Konsultan sejak 2020. Mengikuti purpose in life yaitu “To Grow the Tree”, Sugiarti melabel program yang ditawarkan dengan “Grow with Ati”. Sugiarti mempercayai bahwa proses membangun talent dan business sama dengan proses menanam pohon. Pohon akan bertumbuh apabila penanganannya tepat sesuai dengan potensi pohonnya. Demikian juga karir dan bisnis seseorang. Fokus Sugiarti adalah pada proses Career & Business Transition berdasarkan pengalaman pribadinya yang bertansisi dari karyawan perusahaan selama 30 tahun dengan membangun karir dan bisnis sebagai seorang freelancer. Pengalaman membantu karyawan bertransisi selama 20 tahun di dunia HR dan pengalaman membangun bisnis ini yang menjadi kekuatannya untuk bisa membantu klien nya dalam sesi-sesi Coaching dan Training yang dilakukan.
Let’s Grow Together with Sugiarti Rosbak
Categories
- Aktivitas (10)
- Business (13)
- Career (21)
- Personal Development (22)
- Talent & Organisation (8)
- Uncategorized (1)
Social Media