Sering mendengar kata Soft Skill? Apa sebenarnya soft skill dan kegunaannya apa aja? Bagaimana cara belajar soft skill ini? Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul pada saat saya membawakan sesi soft skill bagi para mahasiswa ataupun fresh graduate. Dan juga saat mendampingi para klien di sesi career coaching. Di artikel kali ini saya akan mengulas mengenai soft skill ini dan kaitannya dengan karir.
Saat bersekolah hingga kuliah yang lebih sering diajarkan adalah hard skill atau technical skil. Itu adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan pekerjaannya. Misal seorang yang mempelajari akuntansi akan mempelajari Teknik menghitung dengan ilmu akuntansi. Atau seseorang yang kuliah di jurusan Kedokteran akan mempelajari ilmu-ilmu yang dapat memproses untuk menyembuhkan pasien. Begitu pula seorang yang di jurusan Teknik akan mempelajari ilmu-ilmu yang menunjang untuk bekerja di bagian Teknik. Dan tentunya jurusan-jurusan lain juga.
Semua ilmu tersebut memang akan membuat seseorang siap bekerja, tetapi saat seseorang bekerja terutama di korporasi maka orang tersebut menjadi bagian dari satu tim. Dalam tim ini akan bergabung semua orang dari berbagai disiplin ilmu. Dan saat disiplin ilmu ini bergabung maka tidak dapat berbicara secara pengetahuan yang dipelajari di sekolah. Bayangkan di dalam satu rumah sakit, ada dokter, ada akuntan dan ada teknisi dan bagian-bagian lainnya. Mereka tidak akan berbicara dalam “Bahasa” yang sama karena mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara dalam suatu organisasi, semua orang harus mempunyai tujuan yang sama supaya tujuan organisasi dan bisnis tercapai.
Dari kondisi diatas, maka yang harus dimiliki adalah soft skill yang merupakan kemampuan untuk berdiskusi, memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis, adaptasi, kepemimpinan dan beberapa skill lainnya. Umumnya skill-skill ini berhubungan dengan cara berpikir, cara bersikap dan emosi. Dan lebih banyak penekanannya kepada interpersonal skill atau yang berhubungan dengan proses berinteraksi dengan orang lain. Karena diperlukan diskusi sesame anggota team untuk mencapai team goal. Dalam hal ini maka seseorang menjadi team player.
Dari beberapa diskusi saya dengan beberapa orang fresh graduate, bahkan beberapa klien yang sudah pengalaman kerja juga, mereka merasa bahwa perusahaan hanya mementingkan hard skill. Sehingga focus mereka hanya kepada kemampuan hard skill ini saja, dan merasa tidak perlu menunjukkan kemampuan soft skill mereka. Dan sering sekali mereka surprise karena saat dilakukan interview ternyata yang ditanyakan banyak di area soft skill. Dalam beberapa kasus bahkan orang yang diterima bukan yang pintar atau dapat menunjukkan kemampuan hard skill ini, tetapi justru yang dinilai adalah bagaimana seseorang dapat menunjukkan kemampuan komunikasi dengan mengenalkan diri mereka. Bagaimana mereka menunjukkan cara pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Ada satu cerita yang baru-baru ini saya tonton di salah satu media social, mengenai proses interview beberapa kandidat bersamaan. Saat sang interviewer bertanya pada kandidat A tentang hal teknis menjalankan pekerjaan, si A tidak bisa menjawab, kemudian si B meminta waktu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan saat akhir yang justru diterima adalah si A yang tidak bisa menjawab. Sementara si B tidak diterima. Saat ditanyakan, maka jawaban sang interviewer adalah yang dinilai bukan kemampuan menjawab karena pengertian teknis nya, tetapi bagaimana si A menjawab dengan jujur tidak bisa menjawab, sementara si B tanpa di minta langsung meminta untuk dapat menjawab, sehingga terkesan tidak sabar.
Saya jadi teringat saat masih bertugas di korporasi dan melakukan proses interview menggunakan focus group discussion, maka yang diamati oleh kami para observer adalah bukan orang yang dapat mengemukakan pendapat, tetapi kwalitas dari pendapat yang disampaikan. Kalau orang tersebut secara aktif terus menerus berbicara, tetapi yang disampaikan tidak menjawab masalah yang harus dipecahkan, sementara ada orang lain yang jarang berbicara tetapi kalau dia berbicara, maka pendapat yang diberikan sesuai dengan inti masalah dan punya potensi memecahkan masalah, maka orang kedua lah yang akan diambil. Karena kemampuan berpikir kritis dan memperhatikan kapan harus berbicara, bukan hanya pandai berkata-kata saja, itulah yang sebenarnya diperlukan dalam satu tim.
Dari cerita-cerita diatas, maka sebenarnya aspek soft skill menjadi kunci bagi seseorang untuk dapat sukses dalam menjalani karir nya. Proses mendapatkan soft skill adalah satu proses yang tidak selalu di dapat di bangku sekolah. Coba pikirkan saja, saat Anda ke dokter, Anda akan memilih dokter yang mana? Apakah dokter yang dapat berkomunikasi dengan baik dengan Anda atau yang menakut-nakuti Anda, atau dokter yang selalu marah-marah? Secara ilmu kedokteran mungkin satu orang lebih dari yang lain, tetapi tentunya seseorang ingin diberikan rasa nyaman dan aman saat bertemu dengan seorang dokter. Dan ini adalah kemampuan yang berbeda dengan apa yang diajarkan di bangku kuliah. Ini adalah proses seseorang mempelajari bagaimana bisa membuat seorang pasien merasa nyaman.
Dari World Economic Forum dapat dilihat ada 10 soft skill yang akan diperlukan di tahun 2025 dimana kebanyakan adalah di area Thinking & Emotional, seperti critical thinking and analysis, leadership and social influence dan beberapa skill lainnya. Dari sini terlihat bahwa di masa depan yang akan lebih berperan adalah kemampuan pengelolaan pikiran dan emosi. Dan bagaimana seseorang bisa bersiap untuk menghadapi soft skill yang dibutuhkan oleh dunia industri ini?
Dibawah ini adalah tips-tips yang sering saya kasih ke para peserta yaitu:
- Belajar mandiri melalui membaca.
Seperti saya informasikan diatas bahwa kemampuan soft skill umumnya tidak dari bangku sekolah. Lebih banyak dipelajari dari cara seseorang dibesarkan, pergaulan, maupun bagaimana seseorang bersikap. Yang paling dapat menambah kemampuan ini adalah dengan membaca dan belajar mandiri. Karena ilmu mengenai soft skill ini banyak tersedia dari yang gratis maupun berbayar.
Sayangnya di negara tercinta ini budaya membaca tidak selalu tertanamkan, karena banyak orang tua yang juga tidak suka membaca. Saya bersyukur tumbuh bersama orang tua saya yang penggemar membaca. Dan walaupun masa kecil saya tumbuh bukan dari orang tua yang berkecukupan, tetapi buku adalah salah satu investasi yang diberikan kepada anaknya. Bahkan saat dahulu orang tidak tertarik menjadi anggota perpustakaan, saya sangat menyukai mengurus perpustakaan sekolah dan tentunya menjadi anggota. Bahkan sempat menjadi anggota perpustakaan umum di luar sekolah. Sehingga ilmu-ilmu yang saya pelajari datang bukan hanya dari bangku sekolah tetapi dari membaca.
Selalu ingat pepatah bahwa “Buku adalah Jendela Dunia”. Jadi walaupun saya belum pernah ke negara-negara tertentu, saya jadi mempunyai gambaran mengenai negara-negara tersebut, dari buku-buku yang saya baca. Tentunya membaca pun harus bisa memilih bahan bacaan sesuai dengan riset dan bukan hanya sekedar opini orang.
Jadi banyaklah membaca. Saat ini sudah tersedia berbagai macam bacaan dari buku, ebook dan lain-lain. Manfaatkan waktu dengan membaca.
- Membangun networking
Saya selalu percaya bahwa membangun silaturahmi dengan banyak orang akan mendapatkan manfaat. Dan dalam hal membangun kemampuan soft skill ini juga saya dapatkan dari membangun networking ini. Kalau seseorang berkumpul hanya dengan orang-orang tertentu saja, maka orang tersebut tidak akan dapat melihat dari perspektif yang berbeda. Tentunya secara empati maupun kemampuan membaca apa yang dibutuhkan orang lain jadi berkurang, karena yang dipakai hanya satu pandangan saja.
Saya merasakan sekali setelah saya pension dan terjun sebagai Freelancer dengan bertemu dengan banyak orang dari berbagai macam latar belakang dan profesi, saya merasakan bahwa dunia itu luas sekali dan tidak cukup mengelilingi nya karena terlalu banyak jenis orang dengan berbagai pengetahuan yang dapat ditemui. Membangun network dengan berbagai macam tipe orang, membuat saya menambah pengetahuan dan juga bisa mengerti bagaimana membangun interaksi dengan orang-orang tertentu.
Tentunya selain kedua kiat diatas juga bisa didapatkan dari mengikuti pelatihan, tetapi pelatihan tidak akan efektif tanpa digunakan. Atau dengan cara-cara lain seperti belajar dari orang-orang sukses, mengambil mentor dan lain-lain.
Dan soft skill ini memang kemampuan yang harus terus menerus diasah karena teori nya bermacam-macam sehingga pendekatan darimana pun bisa diambil. Kuncinya hanyalah “BELAJAR dan LAKUKAN”
Ati
Related posts
Meet your Coach & Trainer
"The Best Way to Grow is using Your Own Potential" - Sugiarti Rosbak
Sugiarti, dikenal dengan Mbak Ati atau Bude Ati, memulai karir sebagai Professional Coach, Trainer dan Konsultan sejak 2020. Mengikuti purpose in life yaitu “To Grow the Tree”, Sugiarti melabel program yang ditawarkan dengan “Grow with Ati”. Sugiarti mempercayai bahwa proses membangun talent dan business sama dengan proses menanam pohon. Pohon akan bertumbuh apabila penanganannya tepat sesuai dengan potensi pohonnya. Demikian juga karir dan bisnis seseorang. Fokus Sugiarti adalah pada proses Career & Business Transition berdasarkan pengalaman pribadinya yang bertansisi dari karyawan perusahaan selama 30 tahun dengan membangun karir dan bisnis sebagai seorang freelancer. Pengalaman membantu karyawan bertransisi selama 20 tahun di dunia HR dan pengalaman membangun bisnis ini yang menjadi kekuatannya untuk bisa membantu klien nya dalam sesi-sesi Coaching dan Training yang dilakukan.
Let’s Grow Together with Sugiarti Rosbak
Categories
- Aktivitas (10)
- Business (13)
- Career (21)
- Personal Development (22)
- Talent & Organisation (8)
Social Media