Mencapai suatu goal atau tujuan sering sekali terasa berat karena yang tergambar di dalam pikiran adalah jalan yang panjang atau tujuan yang ingin dicapai. Kondisi ini sering membuat orang frustasi dan tidak mau menentukan goal supaya bisa mengalir seperti air. Tetapi saat orang lain bisa mencapai goal yang diinginkan, terkadang ada rasa penyesalan di dalam diri, “kenapa saya dulu tidak mau membuat goal yach?” Atau bahkan mencari kesalahan orang lain karena bisa mencapai goal tersebut dengan bilang “pantas aja dia bisa seperti itu, dia kan punya support system bla …. bla …. bla….. Kita lupa bahwa orang tersebut di awal juga menentukan goal yang sama mungkin sama kita.

Pernahkah Anda menetapkan goal untuk menurunkan berat badan bersama dengan teman-teman Anda? Dengan tujuan supaya punya komunitas yang bisa saling mendukung. Tapi apa yang terjadi? Teman Anda berhasil menurunkan berat badan, sementara Anda yaa tetap saja dengan berat badan yang sama, dan akhirnya Anda menyatakan bahwa “saya gak bakat kurus”. Sebenarnya semua itu tentang bagaimana membuat SATU LANGKAH KECIL untuk MEMULAI.

Saat kita mempunyai goal yang harus diingat adalah goal tersebut secara jangka panjang dampak apa terhadap diri kita sendiri. Dan kalau kita mengerti dampaknya maka kita akan lebih bersemangat untuk memulai langkah tersebut. Saya ingat saat saya bersama kantor akan ke Raja Ampat beberapa tahun lalu, saya mempunyai tekad tidak akan menyusahkan orang lain, karena saya mempunyai keterbatasan dengan penyakit lower back pain dan tempurung lutut yang sudah bergeser. Dan saya mengetahui bahwa kondisi di Raja Ampat ada daerah-daerah dimana saya harus menaiki ratusan anak tangga yang akan menjadi masalah untuk saya. Berbekal goal saya, bahwa saya tidak akan menyusahkan orang lain, saya membuat program latihan sendiri yaitu setiap pagi setelah subuh, jam lima pagi, saya berjalan kaki keliling kompleks rumah walaupun cuaca masih gelap selama tigapuluh menit dan dilanjutkan menaiki anak tangga rumah sebanyak duapuluh kali, selama dua bulan sebelum akhirnya hari itu tiba dan saya bisa menaiki ratusan anak tangga di Raja Ampat tanpa bantuan siapapun. Walaupun harus menggunakan alat bantu penunjang kaki dan punggung yach.

Dari pengalaman diatas saya belajar beberapa hal:

  • Waktu menentukan goal, yang saya pikirkan adalah dampak kepada saya, bukan “kurus” tetapi “apa dampak yang akan terjadi kalo saya bisa melakukan itu”. Dampak tidak langsung memang saya jadi turun berat badan, tetapi ada dampak yang lebih besar yaitu “saya tidak menyusahkan orang”. Dan itu menggerakan langkah kecil saya untuk memulai.
  • Apakah saya benar-benar disiplin tanpa istirahat? Yach tentu tidak, ada juga kalanya saya harus off sebentar, tapi yang membuat saya memulai lagi kembali lagi kepada dampak yang saya inginkan.
  • Setelah tujuan ke Raja Ampat tercapai, saya jadi kendor berlatih, karena merasa goal sudah tercapai

Dari pelajaran itu saya menyimpulkan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana kita membanguni “HABIT” daripada sekedar mencapai goal saja. Karena habit itu akan menjadi sesuatu yang sudah menjadi identitas diri kita. Salah satu contoh, saat dulu masih bekerja di korporasi dan bekerja di wilayah Ibukota Jakarta dengan segala permasalahan kemacetan, sudah menjadi habit saya untuk bangun pagi dan bersiap berangkat kerja pagi hari untuk menghindari kemacetan. Terkadang jam 6.30 saya sudah tiba di kantor dan memulai bekerja. Apabila ada suatu hal yang menyebabkan saya terlambat bekerja maka saya sudah merasa ada yang salah dari kondisi bekerja, karena itu melenceng dari habit sehari-hari. Saya datang pagi karena saya ingin bisa fresh bekerja tanpa merasakan stress dengan kemacetan.

Sebaliknya setelah pandemi dan saya bekerja dari rumah, habit saya memulai kerja dari pagi jadi kendor karena merasa tidak ada tuntutan untuk memulai lebih pagi, sehingga saya lebih sering sekarang memulai bekerja jam 8 pagi, walaupun terkadang harus memulai lebih pagi sesuai permintaan klien.

Saat membaca buku Atomic Habit karangan James Clear dan melakukan refleksi pada cerita habit saya di atas saya jadi sadar bahwa membangun habit bisa jadi pisau bermata dua, yaitu kita bisa membangun habit baik dan habit buruk. Baik dan buruk menurut standard kita sendiri dan bukan standard orang lain. Dan yang sangat disadari adalah membangun habit selalu dimulai dengan Memulai Langkah Kecil.

Memulai dengan Langkah Kecil sudah terlihat dan dimulai saat kita masih batita dengan belajar berjalan. Dimulai dengan melangkah kemudian jatuh, mencoba melangkah lagi dan kemudian jatuh, sampai akhirnya bisa berlari tanpa terjatuh. Yang dibangun sebenarnya adalah habit hingga menjadi sesuatu hal yang otomatis menjadi satu sistem dalam otak manusia.


Dalam otak manusia ada kondisi conscious (sadar) dan unconscious (tidak disadari). Saat memulai melakukan sesuatu maka kita akan melakukan secara sadar, tetapi apabila sudah menjadi habit maka di dalam otak kita sudah menjadi sesuatu yang tidak kita sadari dan otomatis sudah menjadi suatu sistem dalam tubuh. Salah satu contoh adalah saat belajar berhitung di masa kecil, maka angka 2 + 5 membutuhkan kesadaran seseorang untuk menghitung menggunakan jari tangan. Tetapi saat dewasa angka 2 + 5 menjadi sesuatu yang sudah menjadi sistem yang tersimpan di dalam memori dan lebih cepat untuk menjawab, tanpa perlu berpikir lama.

Membangun habit sama saja dengan membangun sistem di dalam tubuh manusia. Dengan memulai proses membangun habit maka secara otomatis tubuh manusia akan melakukan proses sesuai dengan sistem yang sudah terprogram dalam pikiran. Ada beberapa teori yang menyatakan mengenai membangun habit dalam 21 hari ada juga yang menyatakan membangun habit 60 hari, tetapi semua habit itu tidak akan terbangun tanpa dimulai dengan langkah kecil terlebih dahulu. Motivasi memulai langkah kecil bisa dimulai dari beberapa hal, salah satunya goal.

Dari cerita-cerita di atas, maka tips untuk membangun habit ada beberapa hal yaitu:

  • Apabila sudah mempunyai satu goal tertentu, cobalah pikirkan dan renungkan lebih dalam, “Apa penyebab Goal ini penting bagi saya?” “Apa dampaknya bagi saya?”. Kalau sudah menyadari mengapa goal ini menjadi penting bagi diri, maka akan lebih termotivasi untuk memulai langkah berjalan menuju goal tersebut.
  • Buatlah habit tracker secara tertulis. Saat ini sudah banyak aplikasi untuk membuat habit tracker, atau bisa menggunakan dengan mencatat di telpon genggam bahkan bisa juga membuat dalam bentuk pencatatan di buku. Mengapa perlu menuliskan habit tracker ini? Kembali lagi, manusia memerlukan visual dan habit tracker ini merupakan visualisasi. Dan apabila tidak dikerjakan dan tercatat, akan teringat di dalam pikiran apa penyebab habit tersebut tidak dapat terbentuk.
  • Apabila ada satu keadaan tertentu yang membuat harus menyetop habit tersebut untuk satu hari atau beberapa hari, maka berikanlah visualisasi “Pause atau Jeda” karena manusia pada dasarnya perlu jeda dari rutinitas. Itulah sebabnya ada fasilitas “cuti tahunan” dari kantor, karena manusia memerlukan jeda dari rutinitas. Mengapa harus visualisasi “Pause atau Jeda”? Karena apabila seseorang berhenti melakukan habitnya, yang langsung terbayang adalah memulai lagi dari titik nol. Titik nol ini secara mental membuat seseorang merasa bahwa harus memulai lagi, dan memulai adalah sesuatu yang lebih sulit dari pada kembali dari kondisi jeda ini.

Selain ketiga tips diatas, jangan lupa untuk memulai selalu dengan langkah kecil terlebih dahulu, dan bukan langsung langkah besar. Saat saya memulai disiplin kembali jalan pagi, target saya adalah minimal 15 menit per hari dahulu yang kemudian baru naik ke 30 menit perhari. Sehingga lebih mudah mencapainya. Buatlah goal-goal kecil untuk mencapai goal besar Anda. Karena dengan goal-goal kecil yang dibangun sebenarnya Anda dalam proses membangun habit anda dengan Memulai Dengan Langkah Kecil.

Soo sudah siap untuk MEMULAI DENGAN LANGKAH KECIL untuk membangun habit baru di awal tahun ini? Yuuk, mulai saja dulu.

Hanya perlu satu langkah memulai untuk bertumbuh.

Sugiarti Rosbak